Kerugian Miliaran Rupiah Akibat Banjir Berau: BPBD Desak Penambahan Anggaran Mitigasi

TANJUNG REDEB – Banjir besar yang melanda sebagian wilayah Kabupaten Berau pada Mei 2025 menjadi pengingat serius bagi semua pihak.
Dengan dampak luas dan kerusakan yang signifikan terutama di Kecamatan Segah, kebutuhan untuk memperkuat sistem penanggulangan bencana kini dinilai mendesak.
Bahkan Kepala Bidang (Kabid) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Berau, Nofian Hidayat, secara terbuka menyampaikan perlunya tambahan anggaran untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan respons terhadap bencana di masa depan.
Menurutnya, banjir yang terjadi merupakan salah satu yang terparah dalam beberapa tahun terakhir. Di Kecamatan Segah, sebanyak sembilan kampung terdampak dengan 4.824 jiwa yang merasakan langsung dampaknya.
Tidak hanya rumah yang terendam, tercatat delapan unit rumah hanyut terbawa arus, 33 rumah mengalami kerusakan ringan, 20 rusak berat, dua rumah ibadah rusak, dan 189 rumah sempat terendam total.
Meskipun tidak ada korban jiwa, kerugian yang ditimbulkan sangat besar, baik dari segi materiil maupun psikologis warga.
Berdasarkan koordinasi dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Berau sebutnya, memang hujan dengan intensitas tinggi menjadi penyebab utama banjir. Namun menurut Nofian juga, penyebabnya tak berhenti di situ.
Masalah sedimentasi sungai yang semakin parah, pembukaan lahan, dan perkebunan secara masif, hingga penataan ruang permukiman yang belum optimal turut memperparah situasi.
Ia menilai, beberapa kampung memang berada di lokasi yang sangat rawan terhadap luapan air sungai. Kondisi geografis yang tidak mendukung dan minimnya sistem pengendali air, memperbesar risiko saat curah hujan meningkat.
Sementara itu, daerah-daerah lain seperti Kecamatan Kelay, Teluk Bayur, Sambaliung, dan Gunung Tabur juga sempat terdampak banjir, meski tidak separah Segah.
Keterbatasan alat pendukung menjadi perhatian serius BPBD. Saat ini diakunya, Berau belum memiliki alat pengukur debit air yang memadai.
Ketika banjir datang tiba-tiba, banyak warga yang tidak mengetahui kondisi dan potensi bahayanya secara cepat. Selain itu, edukasi masyarakat terkait kesiapsiagaan bencana masih sangat terbatas.
“Padahal kemampuan warga untuk memahami situasi darurat sangat menentukan keselamatan mereka,” tuturnya.
Salah satu tantangan terbesar saat ini adalah minimnya anggaran. Tahun ini akunya, anggaran logistik BPBD Berau hanya sekitar Rp 200 juta.
Angka itu menurut Nofian masih terlalu kecil, apalagi jika harus mencakup kebutuhan untuk bencana lain seperti kebakaran hutan dan tanah longsor.
“Yang lebih memprihatinkan, dana tersebut sudah habis terpakai sebelum tahun anggaran berakhir,” terangnya.
Ditekankannya, ketergantungan terhadap pihak luar harus diimbangi dengan penguatan kapasitas daerah melalui kebijakan anggaran yang memadai.
Dalam konteks ini, BPBD Berau meminta agar penambahan anggaran untuk penanggulangan bencana dapat dimasukkan dalam pembahasan anggaran perubahan APBD tahun ini.
Penguatan program mitigasi dan edukasi masyarakat adalah langkah awal yang sangat penting.
Selain itu, relokasi permukiman yang berada di zona rawan banjir juga mulai direncanakan oleh Pemkab Berau. Namun semua itu tidak bisa berjalan tanpa dukungan fiskal yang kuat. (aja/sam)